Menurut cerita, danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Sungai besar yang sebelumnya mengalir di kaki gunung berapi itu kemudian menjadi sumber air utama yang mengisi cekungan itu. Lama-kelamaan lubang besar itu penuh dengan air.
Sekeliling danau ditumbuhi berbagai tumbuhan semak yang oleh warga setempat disebut ranau. Maka danau itu pun dinamakan Danau Ranau. Sisa gunung api itu kini menjadi Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi danau berair jernih tersebut.
Pada sisi lain di kaki gunung Seminung terdapat sumber air panas dari dasar danau. Di sekitar danau ini juga dapat ditemui air terjun Subik. Tempat lain yang menarik untuk dikunjungi adalah Pulau Marisa.
Pulau Marisa sebenarnya daratan yang terpisah dari kaki Gunung Seminung karena genangan air danau. Di daratan yang luasnya tidak lebih dari satu hektar itu terdapat pohon-pohon kelapa, dan pengunjung bisa sekadar mampir untuk menikmati keindahan secuil daratan itu.
Danau Ranau memang memiliki pesona. Bagaimana tidak? Bekas letusan gunung berapi tersebut seolah membentuk panggung alam nan elok. Gunung Seminung menjulang 1.880 meter di atas permukaan laut menjadi latar belakang dengan nuansa magis. Tebing dan barisan perbukitan menjadi pagar pembatas panggung megah itu.
Hamparan sawah hijau berpadu dengan air Danau Ranau yang biru seolah menjadi pelataran tempat berbagai jenis ikan berenang. Butir-butir kopi yang merah seakan-akan menjadi pemanis keindahan itu. Keelokan itu menjadi lengkap dengan bingkai indah pantai berpasir dan kerikil putih di sepanjang tepian.
Kawasan Danau Ranau belum digarap dengan sungguh-sungguh. Promosi pariwisata yang digalang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, lewat Festival Danau Ranau belum memancing minat investor secara maksimal. Promosi yang digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat lewat Festival Teluk Setabas pun hingga kini belum mendatangkan investasi.
Danau Ranau dari sisi Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan maupun Liwa, Lampung Barat, sama-sama indah. Wisatawan ingin kembali ke sana, meskipun hanya berperahu atau sekadar menikmati deburan ombak. Pesona Danau Ranau tetap mengundang keinginan datang kembali.
Pengunjung yang tidak suka berperahu bisa menghabiskan waktu dengan beristirahat di penginapan. Di tepi Danau Ranau terdapat beberapa penginapan, yakni Seminung Lumbok Resort, Kotabatu di Banding Agung, dan cottage PT Pusri di Sukamarga.
Di kawasan wisata itu juga terdapat obyek tambahan bagi pengunjung, yakni air panas dengan kekhasan sendiri, karena mengalir langsung dari lubang-lubang di tebing. Air panas yang mengandung kadar belerang cukup tinggi ini terletak di Desa Air Panas di kaki Gunung Seminung. Lokasinya persis di seberang cottage milik PT Pusri di Sukamarga. Perjalanan dengan perahu motor dari Sukamarga ke lokasi air panas hanya sekitar 20 menit.
Pengunjung bisa datang kapan saja dan menikmati air panas yang tak pernah habis mengucur dari perut bumi tersebut. Saat berperahu motor di danau dengan tujuan air panas, pesona keindahan Danau Ranau pun begitu terasa. Ombaknya tidak terlalu besar, airnya biru bening, dan pesona alam sekelilingnya yang bergunung-gunung, niscaya memberi kesan mendalam bagi pengunjung.
Air panas di tepian Danau Ranau mengucur langsung dari celah-celah kaki Gunung Seminung. Ketika kaki dicelupkan ke aliran air tersebut, rasa panas langsung menyengat. Pengunjung tidak sekadar mandi di air hangat. Air panas itu dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit.
Bagi pengunjung yang tidak mandi, mereka bisa menikmati keindahan danau di sekitar air panas dengan duduk-duduk di warung atau dermaga. Sejumlah warung makanan terdapat di lokasi itu, berdampingan dengan kolam air panas. Di warung-warung inilah dijajakan hasil alam Gunung Seminung, terutama alpokat dan petai.
Legenda
Tempat wisata dalam wilayah Lampung Barat terletak di Desa Lombok. Di sini telah dibangun daerah wisata terpadu meliputi hotel, tempat penangkaran rusa dan lain-lain. Rumah penduduk juga dijadikan tempat menginap wisatawan, sehingga mereka bisa merasakan tinggal di rumah panggung.
Penduduk sekitar danau menurutkan banyak kisah yang menceritakan asal usul Danau Ranau. Meskipun secara teori ilmiah diyakini danau ini terjadi akibat gempa tektonik, seperti Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Maninjau di Sumbar, sebagian besar masyarakat sekitar masih percaya danau ini berasal dari pohon ara. Konon, di tengah daerah yang kini menjadi danau itu tumbuh pohon ara sangat besar berwarna hitam.
Konon masyarakat dari berbagai daerah seperti Ogan, Krui, Libahhaji, Muaradua, Komering, berkumpul di sekeliling pohon. Mereka mendapat kabar jika ingin mendapatkan air, harus menebang pohon ara tersebut. Masyarakat dari berbagai daerah itu berkumpul dengan membawa makanan seperti sagon, kerak nasi, dan makanan lainnya.
Persis saat akan menebang pohon, masyarakat kebingungan cara memotongnya. Ketika itulah muncul burung di puncak pohon mengatakan warga harus membuat alat berbentuk mirip kaki manusia. Mereka membuat alat menggunakan batu dengan gagang kayu. Akhirnya pohon ara pun tumbang.
Dari lubang bekas pohon ara itu keluar air dan akhirnya meluas hingga membentuk danau. Sementara pohon ara yang melintang kemudian membentuk Gunung Seminung. Karena marah, jin di Gunung Pesagi meludah hingga membuat air panas di dekat Danau Ranau. Sedangkan serpihan batu dan tanah akibat tumbangnya pohon ara menjadi bukit di sekeliling danau.
Masih di sisi Danau Ranau, tepatnya di Pekon Sukabanjar, berseberangan dengan Lombok, terdapat kuburan yang diyakini masyarakat sebagai makam Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor dari Lombok, bisa juga dengan berkendaraan.
Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup diyakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat. Si Pahit Lidah disebut sebagai Serunting Sakti dari Kerajaan Majapahit. Karena dianggap nakal, Si Pahit Lidah yang bernama asli Raden Sukma Jati ini oleh raja diusir ke Sumatera. Akhirnya, dia menetap di Bengkulu, Pagaralam, dan Lampung.
Si Pahit Lidah memiliki kelebihan, yakni setiap apa yang dikemukakannya terkabul menjadi batu. Akibatnya, Si Mata Empat dari India mencarinya hingga bertemu di Lampung, tepatnya di Way Mengaku. Di Way Mengaku keduanya saling mengaku nama. Lalu, keduanya beradu ketangguhan.
Salah satu yang dilakukan adalah memakan buah berbentuk seperti aren. Ternyata buah aren itu pantangan bagi Si Pahit Lidah. Karena makan, ia tewas. Sementara Si Mata Empat yang mendengar kabar lidah Si Pahit Lidah beracun tidak percaya dan mencoba menjilatnya. Akhirnya, dia pun tewas. Peristiwanya, menurut penuturan H Haskia, terjadi di Pulau Pisang. Lalu, kuburannya ditemukan di pinggir Danau Ranau.(Dari berbagai sumber)
legenda danau ranau
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: