Sejarah Indonesia Sesudah Merdeka
- Konflik Indonesia dan Belanda
Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkanorang-orang Belanda yang melarikan diri ke Australiasetelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia.
Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas Oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) ternyata memiliki agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru diboncengi oleh NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang ketika Jepang dating melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di sana. Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Dengan demikian sikap Indonesia yang semula menerima kedatangan Sekutu menjadi penuh kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi permusuhan.
- Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Suryo dengan Brigjen A.W.S. Mallaby. Kesepakatan itu adalah sebagai berikut.
1) Inggris berjanji tidak mengikutsertakan angkatan perang Belanda
2) Menjalin kerja sama kedua pihak untuk menciptakan kemanan dan ketentraman
3) Akan dibentuk kontrak biro
4) Inggris akan melucuti senjata Jepang
Dengan kesepakatan itu, Inggris diperkenankan memasuki kota Surabaya. Ternyata pihak Inggris ingkar janji. Itu terlihat dari penyerbuan penjara Kalisosok 26 Oktober 1945. Inggris menduduki pangkalan udara Tanjung Perak tanggal 27 Oktober 1945, serta menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjatasenjata mereka. Kontrak senjata antar Sekutu dan rakyat Surabaya sudah terjadi sejak 27 Oktober 1945. Karena terjadi kontak senjata yang dikhawatirkan meluas, Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta mengadakan perundingan. Kedua belah pihak merumuskan hasil perundingan sebagai berikut.
1) Surat-surat selebaran/pamflet dianggap tidak berlaku
2) Serikat mengakui keberadaan TKR dan Polisi Indonesia
3) Seluruh kota Surabaya tidak lagi dijaga oleh Serikat, sedangkan kampkamp tawanan dijaga bersama-sama Serikat dan TKR
4) Tanjung Perak dijaga bersama TKR, Serikat, dan Polisi Indonesia
Walaupun sudah terjadi perundingan, akan tetapi di berbagai tempat di kota Surabaya tetap terjadi bentrok senjata antara Serikat dan rakyat Surabaya yang bersenjata. Pertempuran seru terjadi di Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah. Gedung itu dikepung oleh para pemuda yang menuntut agar pasukan A.W.S. Mallaby menyerah. Tuntutan para pemuda itu ditolak pasukan Serikat. Karena begitu gencarnya pertempuran di sana, akibatnya terjadi kejadian fatal, yaitu meninggalnya A.W.S. Mallany tertusuk bayonet dan bambu runcing.
Peristiwa ini terjadi tanggal 30 Oktober 1945. Dengan meninggalnya A.W.S. Mallaby, pihak Inggris memperingatkan rakyat Surabaya dan meminta pertanggungjawaban. Mereka mengancam agar rakyat Surabaya menyerah dan akan dihancurkan apabila tidak mengindahkan seruan itu. Ultimatum Inggris bermakna ancaman balas dendam atas pembunuhan A.W.S. Mallaby disertai perintah melapor ke tempat-tempat yang ditentukan. Disamping itu, pemuda bersenjata harus menyerahkan senjatanya. Ultimatum Inggris itu secara resmi ditolak rakyat Surabaya melalui pernyataan Gubernur Soerjo. Karena penolakan itu, pertempuran tidak terhindarkan lagi, maka pecahlah pertempuran pada tanggal 10 November 1945.
Sekutu mengerahkan pasukan infantri dengan senjata-senjata berat. Peristiwa heroik ini berlangsung hampir tiga minggu. Dalam pertempuran tersebut, melalui siaran radio, Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo. Pertempuran yang memakan korban banyak dari pihak bangsa Indonesia ini diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November. Peringatan itu merupakan komitmen bangsa Indonesia yang berupa penghargaan terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya sekaligus mencerminkan tekad perjuangan seluruh bangsa Indonesia.
- Pertempuran Ambarawa
Di Ambarawa tanggal 20 Oktober 1945 pecahlah pertempuran antara TKR yang dipimpin Mayor Sumarto dengan tentara Serikat. Dalam pertempuran itu gugur Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Kolonel Isdiman, komando pasukan diambil alih oleh Letnan Kolonel Sudirman yang saat itu menjabat sebagi panglima divisi Banyumas. Pasukan Serikat menggunakan para tawanan Jepang yang telah dipersenjatai untuk ikut bertempur. Mereka juga mengerahkan tank dan senjata berat lainnya.
Pada tanggal 12 Desember 1945, pasukan Indonesia melancarkan serangan serentak. Setelah bertempur selama empat hari, akhirnya pasukan Indonesia berhasil mengusir tentara Serikat dari Ambarawa dan memukul mundur mereka sampai Semarang.
III. Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya. Tugas pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan membentuk Komite Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai dilakukan pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki gedung-gedung pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat yang diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera membentuk TKR di Medan. Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945 ketika lencana merah putih diinjak-injak oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga mengakibatkan 96 korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang NICA. Bentrokan antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa kepahlawanan ini kemudian dikenal sebagai pertempuran “Medan Area”.
- Bandung Lautan Api
- Tragedi Nasional (Masa Orde Lama)
- Pemberontakan PKI Madiun 1948
Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera mengambil tindakan tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer Kolonel Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun tindakan itu demi mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan melaukan pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah Republik.
- Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)
Pemerintah kemudian mengambil jalan dengan mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan tersebut. Pada 14 Juli 1950 pasukan dari APRIS mulai mendarat di Maluku. Pada bulan Desember 1950 seluruh Maluku Tengah dapat dikuasai oleh APRIS. Para pemberontak melarikan diri ke pulau Seram. Pada tanggal 2 Desember 1953 Somoukil dapat ditangkap dan dalam Mahkamah Militer Luar Biasa dia dijatuhi hukuman dengan pidana mati.
III. Gerakan 30 September 1965 (G.30 S / PKI)
Sebagai fakta sejarah setiap orang Indonesia tidak akan melupakannya, bahwa di negara ini pernah terjadi peristiwa di tahun 1965 yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (G30 S/PKI) . Pada dini hari 1 Oktober 1965 mereka membunuh enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat. Kesemuanya dibawa ke Desa Lubang Buaya sebelah Selatan pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma. Mereka itu adalah:
- Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) Letnan Jenderal Ahmad yani
- Deputy II Men/Pangad, Mayor Jenderal R.Soeprapto
- Deputy III Men/Pangad, Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo
- Asisten I Men/Pangad, Mayor Jenderal Siswodo Parman
- Asisten IV Men/Pangad Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan
- Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo.
- Letnan Satu Pierre Andrean Tendean
Di samping itu juga mereka melakukan aksi corat-coret serta tempelantempelan pada kendaraan-kendaraan bermotor yang antara lain berbunyi mengecam kepemimpinan Soekarno dan PKI. Mereka bertekad akan terus mogok sampai tuntutan mereka terpenuhi. Khususnya kendaraan-kendaraan ABRI diberi jalan dan disambut dengan meriah “hidup ABRI”. Peranan Amerika nampaknya besar di balik peristiwa ini, sebagai introspeksi diri bahwa semua ini terjadi karena kondisi politik di dalam negeri tidak stabil. Dari aksi para mahasiswa tersebut menghasilkan sebuah keputusan politik bersama yang dikenal dengan nama Tri Tura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang isinya:
- Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya yang bernaung dibawahnya
- Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI
- Turunkan harga/perbaikan ekonomi
Presiden Sukarno mendapat laporan bahwa di luar istana terdapat pasukan liar dengan kekuatan satu kompi mengepung istana. Ia langsung berhenti memimpin sidang, kemudian berangkat ke Istana Bogor. Sidang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Leimena untuk kemudian ditutup sehingga dapat dikatakan sidang ini gagal. Melihat kejadian ini maka Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Amir Mahmud dan Brigjen M.Yusuf segera melaporkan situasi yang terjadi di Istana kepada Letjen Soeharto. Ketiga perwira itu juga meminta ijin kepada Menteri/Pangad untuk menemui Presiden Soekarno di Bogor guna melaporkan situasi sebenarnya di Jakarta.
Sore hari ketiga perwira itu menghadap Presiden yang didampingi oleh Dr. Soebandrio, Dr. Chairul Saleh dan Dr. Leimena, sementara itu ke Bogor disusul oleh ajudan Presiden Brigadir Jenderal M.Sabur. Ketiga perwira ini mencoba menyakinkan presiden bahwa satu-satunya orang yang dapat menguasai siatuasi dewasa ini ialah Letjen Soeharto. Maka diajukan saran agar Presiden memberikan wewenang kepada Letjen Soeharto mengambil langkah-langkah pengamanan dan penertiban keadaan.
Dan setelah mengadakan pembicaraan dan pembahasan yang cukup mendalam akhirnya Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966 memberikan surat perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto, surat mini dikenal dengan nama Supersemar. Secara umum Supersemar mempunyai arti penting, di antaranya:
- Keluarnya Supersemar merupakan tonggak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena dalam periodisasi sejarah Indonesia mulai dikenal Orde Baru.
- Dengan Supersemar menyebabkan Letnan Jenderal Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
- Berlandaskan Supersemar Letnan Jenderal
Sumber Kllik Disini!
0 komentar: